RESUME BAB V

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
     Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok cultural. Tujuan penting dari pendidikan multikultural adalah pemerataan kesempatan bagi semua murid. Ini termasuk mempersempit gap dalam prestasi akademik antara murid kelompok utama dengan kelompok minoritas.
    Pendidikan multikultural muncul dari gerakan hak-hak sipil pada 1960-an dan gerakan untuk pemerataan kesetaraan dan keadilan social dalam masyarakat untuk wanita serta orang Kulit Berwarna. Pendidikan multikultural mencakup isu-isu yang berkaitan dengan status sosioekonomi, etnisitas, dan gender. Karena keadilan social adalah salah satu nilai dasar dari bidang ini, maka reduksi prasangka dan pedagogi ekuitas menjadi komponen utamanya. Reduksi prasangka adalah aktivitas yang dapat diimplementasikan guru di kelas untuk mengeliminasi pandangan negative dan stereotip terhadap orang lain. Pedagogi ekuitas adalah modifikasi proses pengajaran dengan memasukkan materi dan strategi pembelajaran yang tepat baik itu untuk anak lelaki maupun perempuan dan untuk semua kelompok etnis.

Memberdayakan Murid
   Istilah pemberdayaan (empowerment) berarti memberi orang kemampuan intelektual dan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dan menciptakan dunia yang lebih adil. Pada tahun 1960-an sampai 1980-an, pendidikan multikultural dititikberatkan pada usaha memberdayakan murid dan memperbaiki representasi kelompok minoritas dan cultural dalam kurikulum dan buku ajar. Menurut pandangan ini, sekolah harus member murid kesempatan untuk belajar tentang pengalaman, perjuangan, dan visi dari berbagai kelompok cultural dan etnis yang berbeda-beda. Harapannya adalah hal ini akan meningkatkan rasa harga diri minoritas, mengurangi prasangka, memberikan kesempatan pendidikan yang lebih setara, membantu murid Kulit Putih untuk menjadi lebih toleran kepada kelompok minoritas dan agar baik itu murid Kulit Putih dan Kulit Berwarna akan mengembangkan beragam perspektif dalam kurikulumnya.
       Sonia Nieto (1992), seorang keturuna Puerto Rico yang besar di New York City, percaya bahwa pendidikannya membuatnya merasa latar belakang kulturalnya kelihatan agak buruk. Dia memberikan rekomendasi sebagai berikut:
  • Kurikulum sekolah harus jelas antirasis dan antidiskriminasi. Murid harus bebas mendiskusikan isu etnis dan diskriminasi.
  • Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan murid. Semua murid harus menjadi bilingual dan mempelajari perspektif cultural yang berbeda-beda. Pendidikan multikultural harus direfleksikan di mana saja, termasuk di majalah dinding sekolah, ruang makan siang, dan pertemuan-pertemuan.
  • Murid harus dilatih untuk lebih sadar budaya (kultur). Ini berarti mengajak murid untuk lebih terampil dalam menganalisis kultur dan lebih menyadari factor historis, social, dan politik yang membentuk pandangan mereka tentang kultur dan etnis. Harapannya adalah agar kajian kritis itu akan memotivasi murid untuk mengupayakan keadilan politik dan ekonomi.
Pengajaran yang Relevan Secara Kultural
Pengajaran yang relevan secara cultural dimaksudkan untuk menjalin hubungan dengan latar belakang cultural dari pelajar. Pakar pendidikan multikultural percaya bahwa guru yang baik akan mengetahui dan mengintegrasikan pengajaran yang relevan secara cultural ke dalam kurikulum karena akan membuat pengajaran menjadi lebih efektif. Guru bisa menggunakan model 3 dimensional, grafik, foto, diagram, dan tulisan di papan tulis.

Pendidikan yang Berpusat Pada Isu
    Dalam pendekatan ini, murid diajari secara sistemaris untuk mengkaji isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan social. Pendidikan ini tak hanya mengklarifikasi nilai, tetapi juga mengkaji alternative dan konsekuensi dari pandangan tertentu yang dianut murid. Sebagai contoh: situasi dimana murid merasa tidak nyaman dengan kebijakan makan siang di sebuah sekolah menengah atas. Murid-murid itu memberi tahu guru tentang apa yang mereka alami dan kemudian diadakan diskusi. Murid dan guru bersama-sama menyusun rencana aksi untuk mengatasi persoalan keadilan social ini. Rencananya kemudian dipaparkan di dewan sekolah distrik. Mereka kemudian merevisi kebijakan makan siang di 10 sekolah menengah atas.

Meningkatkan Hubungan di Antara Anak dari Kelompok Etnis yang Berbeda-beda
      Ada sejumlah strategi dari program untuk meningkatkan hubungan antar-anak dari kelompok etnis yang berbeda-beda, yaitu:
  1. Kelas Jigsaw
  2. Kontak Personal dengan Orang Lain dari Latar Belakang Kultural yang Berbeda
  3. Pengambilan Perspektif
  4. Pemikiran Kritis dan Intelegensi Emosional
  5. Mengurangi Bias
  6. Meningkatkan Toleransi
  7. Sekolah dan Komunitas sebagai Satu Tim

Komentar

Postingan Populer